Fenomena Banjir dan Pembangunan IKN

Caption: Pembangunan IKN Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara | Poto: Istimewa

CAHAYABORNEO.COM, NUSANTARA – Benarkah banjir terjadi semata karena curah hujan? Atau ada kajian lain terkait penyebab banjir itu sendiri ?.

Seperti diketahui banjir kembali terjadi di daerah Sepaku, kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur belum lama ini. Padahal Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara telah diputuskan dipindahkan ke wilayah yang di gadang-gadang bebas dari banjir ini.

Benarkan banjir ini karena dampak dari pembangunan IKN? Ketua Gerakan Putera Asli Kalimantan (Gepak Kuning), Suriansyah menegaskan bahwa yang menyebutkan banjir di Sepaku kabupaten PPU sebagai dampak dari pembangunan IKN adalah mereka yang tidak paham geografis atau kondisi alam Kalimantan.

Dikutip dari salah satu media di Kaltim bahwa dia mengatakan jangan menggunakan isu banjir untuk mengganggu konsentrasi pembangunan IKN Nusantara. Menyamakan IKN Nusantara dengan Jakarta juga sangat tidak relevan tandasnya.

Sementara itu Pengkampanye Hutan FWI, Aziz menuturkan bahwa pembangunan IKN yang secara massif berdampak terhadap perubahan lanskap hutan dan lingkungan di dalam kawasan IKN ikut menyumbangkan penyebab banjir di sepaku.

” Penanggulangan dan penanganan banjir yang keliru jika menggunakan pendekatan administratif bukan DAS,” ungkap Agung dikutip dari https://kaltimtoday.co.

Sementara itu Sekretaris Otorita IKN, Achmad Jaka Santos Adiwijaya mengungkapkan, pihaknya telah mengidentifikasi penyebab banjir di wilayah itu. Penyebabnya adalah hujan yang terjadi di bagian hulu dan adanya gorong-gorong yang tidak optimal. Sehingga meningkatnya aliran permukaan, lalu ada faktor erosi, kemudian sedimentasi dan pendangkalan sungai.

Baca Juga :  Pj Bupati PPU Hadiri Upacara HUT Ke-79 RI di IKN, Marbun:  IKN Sebagai Simbol Kemajuan Bangsa

Dia menjelaskan, sebelumnya Otorita IKN juga telah mengidentifikasi adanya potensi banjir di beberapa area di kecamatan Sepaku dan lokasi banjir di wilayah tersebut adalah daerah dataran rendah yang sudah sering terjadi banjir sebelumnya.

Banjir, dapat disimpulkan sesungguhnya penyebabnya jamak. Penyebab banjir tidak bersifat tunggal, demikian pula penanganannya. Tetapi kajian penyebab banjir dapat melebar ke berbagai aspek. Benar jika curah hujan dan cuaca menjadi salah satu penyebabnya. Tetapi alam dengan segala keseimbangannya menjadi tidak stabil saat aktivitas manusia menggeser penopang siklus alami alam.

Perubahan iklim yang ekstrem dan kerap terjadi saat ini tentu tidak terjadi begitu saja. Terdapat sekian banyak kajian ilmiah yang menunjukkan besarnya pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim, peningkatan konsentrasi gas, Kondisi ini meningkatkan jumlah air di atmosfer sehingga curah hujan meningkat.

Saat curah hujan besar dengan intensitas padat turun tanpa adanya lahan yang menampung debit air tersebut, jelas akan meluap dan mengakibatkan banjir.

Di sisi lain, alih fungsi lahan karena pembangunan masif dan tidak memperhitungkan dampak lingkungan, membuat debit air tidak tertampung secara normal. Walhasil, banjir pun tidak terelakkan.

Pembangunan Kapitalistik alih fungsi lahan banyak terjadi tatkala materi menjadi orientasi para pengambil kebijakan. Bukan rahasia lagi mengenai intervensi besar para pemodal di lingkar kekuasaan. Ekosistem hutan berubah menjadi hutan beton untuk mengejar apa yang mereka sebut sebagai “pertumbuhan ekonomi”.

Baca Juga :  Pastikan Kesiapan 17-an, OIKN dan Komisi VII DPR RI Tinjau Progres Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Rencana tata ruang wilayah pun mudah diutak-atik sesuai kepentingan pemodal. Analisis dampak lingkungan dalam pembangunan pun seakan formalitas yang pada akhirnya menguap mengikuti kepentingan para kapitalis. Pemanfaatan ruang dengan pola yang mengikuti kepentingan segelintir orang ini gagal mewujudkan ruang inklusif bagi masyarakat.

Jangan sampai cita-cita mewujudkan green city hanya menjadi “nyanyian” untuk wilayah IKN di sepaku bebas banjir dan pembangunan yang katanya “ramah lingkungan” justru berdampak pada rusaknya lahan penduduk di sekitarnya yang terdampak buah dari mewujudkan IKN.

Oleh : Siti Arupah S.Pi
(Pemerhati Pendidikan & Lingkungan)

Post ADS 1
Post ADS 1