PENAJAM– Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Penajam Paser Utara (PPU), Thohiron membeberkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak sarang burung walet belum dimaksimalkan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU.
Meski selama ini, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) PPU sulit mengakses informasi terkait hasil panen sarang burung walet.
Sebab, pengelola sarang burung walet di Benuo Taka tidak terbuka secara transparan terkait dengan hasil panen mereka.
“Penarikan pajak sarang walet memang agak dilematis. Karena yang punya kewenangan menarik pajak tidak tahu berapa hasil panen sarang walet yang diperoleh masing-masing wajib pajak,” kata Thohiron di DPRD PPU, Kamis (30/5/2024).
“Karena tidak tahu berapa besaran hasil panen menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi pajak ini,” tambahnya.
Penarikan pajak sarang burung walet sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet.
Pengelola sarang burung Walet diwajibkan membayar pajak 10 persen dari besaran hasil panen sarang walet. Namun dengan persoalan yang dihadapi pemerintah daerah, sehingga target realisasi terhadap pajak sarang walet hanya sampai Rp25 juta ditahun ini.
Oleh karenanya, Thohiron meminta pemerintah daerah harus mengambil langkah strategis untuk memaksimalkan potensi PAD di sektor pajak sarang burung walet.
“Penarikan pajak sarang walet agak susah. Karena itu, pemerintah harus membuat kebijakan mengefektifkan pajak sarang walet, mungkin bisa dibenahi dari sisi perizinannya dan penjualannya,” ungkapnya.
Thohiron menyampaikan, pemerintah daerah harus mengendalikan sarang burung walet melalui asosiasi atau kelompok pengepul sarang walet. Dengan demikian, data produksi sarang walet di Benuo Taka di masing-masing pengelola bisa terdeteksi.
“Kalau dikendalikan melalui asosiasinya mungkin hasil produksi sarang burung walet bisa termonitor,” tandasnya. (ADV/CB/Dadm)
Tim Redaksi CahayaBorneo.com