PENAJAM – Sanggar Seni Entero dari Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, menjadi salah satu delegasi yang mewakili Indonesia dalam ajang bergengsi 35th Thailand International Folklore Festival, yang berlangsung pada 11–16 April 2025.
Festival tahunan ini mempertemukan para pelaku seni dari lima negara, yakni Filipina, Indonesia, Bangladesh, Nepal, dan tuan rumah Thailand. Selain menjadi ajang pertunjukan budaya, festival ini juga menjadi simbol kuat diplomasi budaya antarbangsa dan upaya menciptakan perdamaian dunia melalui kesenian.
Sanggar Seni Entero akan menampilkan dua karya tari yang mengangkat kekayaan budaya suku Paser. Tarian pertama adalah Tari Belian, tarian sakral yang sarat akan nilai spiritual dan penghormatan kepada leluhur. Tarian kedua adalah Tari Kreasi Pesisir, yang menggambarkan kehidupan masyarakat pesisir suku Paser dengan sentuhan artistik modern namun tetap menjaga unsur tradisi.
Koreografer utama sekaligus penari, May Syah Zahrah, mengungkapkan rasa bangga dan semangat tinggi dalam membawa budaya Paser ke panggung internasional.

“Ini adalah kesempatan emas untuk menunjukkan kekayaan budaya suku Paser kepada dunia. Kami sangat antusias untuk membawakan karya dari daerah kami,” ujarnya pada Senin (14/4/2025).
May menegaskan bahwa keikutsertaan mereka bukan sekadar tampil, tetapi juga bagian dari pelestarian budaya daerah.
“Kami hadir di sini bukan hanya untuk menari, tapi membawa pesan bahwa budaya lokal layak dikenal dan dihargai di tingkat global,” tutupnya.
Sementara itu, Pimpinan Produksi, Martin Luther, menjelaskan bahwa partisipasi Indonesia dalam festival ini sejalan dengan semangat folk world peace yang diusung penyelenggara.
“Seperti tahun sebelumnya, kami percaya bahwa seni budaya adalah sarana efektif untuk menciptakan perdamaian dunia. Seperti Thailand yang mendekati Kamboja dulu daerah konflik melalui seni dan budaya. Hasilnya, hubungan mereka kini jauh lebih harmonis,” jelas Martin.
Koreografer lain dari Sanggar Seni Entero, Andi Rusli, turut menambahkan bahwa tema yang mereka angkat adalah “Nondoi”, sebuah konsep yang mencerminkan kehidupan masyarakat pesisir di PPU.
“Kami membawakan dua tarian tradisi Paser, salah satunya adalah tarian pesisir yang digarap oleh May Zahrah. Musiknya ditata oleh Almon. Kami ingin mengangkat cerita dari masyarakat yang hidup berdampingan dengan laut dan pantai,” tutup Andi.
Tim Redaksi CahayaBorneo.com