PENAJAM— Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Penajam Paser Utara (PPU) baru-baru ini menyampaikan sorotan terhadap rencana ambisius Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, melalui Dinas Perikanan (Diskan), untuk membangun sebuah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diperuntukkan bagi para nelayan di wilayah tersebut. Kekhawatiran utama yang dilontarkan oleh para wakil rakyat ini berpusat pada belum siapnya mental dan sistem kerja para nelayan yang masih kuat berpegang pada sistem punggawa.
Sekretaris Komisi II DPRD PPU, Jamaludin, secara tegas menyatakan bahwa rencana pembangunan TPI ini memerlukan evaluasi yang lebih mendalam dan komprehensif. Menurutnya, karakteristik unik dari komunitas nelayan di PPU, yang lebih memilih untuk beroperasi di bawah naungan dan arahan punggawa masing-masing, menjadi sebuah tantangan signifikan yang berpotensi menghambat efektivitas dan keberhasilan TPI di masa depan.
“Kondisi masyarakat nelayan kita saat ini menunjukkan bahwa mereka belum dapat terpusat di satu lokasi. Ketergantungan yang kuat terhadap punggawa masing-masing menjadi kendala utama dalam mewujudkan TPI yang berfungsi optimal,” ujarnya pada Rabu (16/4).
Lebih lanjut, Jamaludin mengungkapkan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebelumnya telah melakukan serangkaian survei di berbagai lokasi potensial di PPU yang dianggap layak untuk dijadikan TPI. Namun, hasil dari survei tersebut mengindikasikan bahwa kondisi dan situasi nelayan saat ini belum sepenuhnya mendukung inisiatif pembangunan TPI. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai urgensi dan kesiapan daerah dalam merealisasikan proyek tersebut.
“Membangun TPI di daerah kita saat ini masih menghadapi tantangan yang cukup besar. Kebiasaan masyarakat nelayan yang telah lama terbentuk untuk bergantung pada punggawa menjadi faktor penghambat. Jika TPI tetap dibangun tanpa adanya perubahan mendasar pada sistem kerja nelayan, dikhawatirkan fasilitas tersebut tidak akan dapat dimanfaatkan secara maksimal,” jelasnya.
Oleh karena itu, Jamaludin menekankan pentingnya pendekatan yang lebih holistik dalam merencanakan pembangunan TPI. Ia berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur fisik harus berjalan seiring dengan upaya pendekatan sosial dan edukasi yang menyeluruh kepada masyarakat nelayan.
“Perubahan pola kerja dan sistem distribusi hasil tangkapan, menurutnya, harus dilakukan secara bertahap dan terstruktur agar pembangunan TPI dapat berfungsi secara optimal dan memberikan manfaat yang signifikan bagi seluruh pemangku kepentingan,” imbuhnya.
Menutup pernyataannya, Jamaludin berharap agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU dapat mempertimbangkan secara matang berbagai aspek sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat nelayan dalam setiap perencanaan pembangunan infrastruktur di sektor kelautan dan perikanan. Memahami dan mengakomodasi kebiasaan serta sistem yang telah lama berjalan di kalangan nelayan menjadi kunci penting agar investasi pembangunan TPI tidak menjadi sia-sia dan justru dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat pesisir PPU secara berkelanjutan. (ADV/CB/AJI)
Tim Redaksi CahayaBorneo.com