Kartini Tak Pernah Pergi: Dua Penerima LPDP Ini Buktikan Mimpi Bisa Jadi Nyata

Nursyam Syahrir (kiri) dan Nuranti Anarkhis (kanan), Dok. Pribadi

KISAH INSPIRATIF – Perayaan Hari Kartini akan segera tiba, 21 April menjadi sejarah bagi bangsa Indonesia khususnya Perempuan untuk mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini. Raden Ajeng Kartini adalah sosok perempuan Jawa yang hidup di tengah kungkungan adat dan budaya patriarki pada akhir abad ke-19. Terlahir dari keluarga bangsawan tidak membuatnya bebas menentukan jalan hidupnya ia dipingit sejak usia muda dan dihadapkan pada kenyataan bahwa perempuan kala itu tak punya banyak ruang untuk belajar atau bersuara. Namun, dari balik tembok pingitan, Kartini melawan lewat pena. Ia menulis surat kepada sahabat-sahabatnya di Belanda, menuangkan kegelisahan dan cita-citanya akan kesetaraan, pendidikan, dan kemajuan bagi kaum perempuan. Meski hidupnya singkat, gagasan-gagasannya abadi menjadi nyala obor bagi generasi perempuan Indonesia yang ingin merdeka dalam berpikir, bermimpi, dan berjuang.

Raden Ajeng Kartini pernah bermimpi tentang perempuan dan anak bangsa yang bebas belajar, berpikir, dan membangun masa depan tanpa dibatasi oleh tembok budaya atau keadaan. Meski hidupnya singkat, gagasan-gagasannya kini hidup dalam semangat generasi muda seperti Nursyam Syahrir dan Nuranti Anarkhis dua penerima beasiswa LPDP yang menolak menyerah pada keterbatasan. Seperti Kartini yang menulis dalam gelap demi cahaya, mereka pun menempuh jalan terjal demi ilmu, demi perubahan, dan demi Indonesia yang lebih baik.

Beasiswa LPDP bukan sekadar tiket untuk menempuh pendidikan tinggi. Ia adalah panggung awal bagi lahirnya generasi pemimpin, penggerak perubahan, dan penjaga masa depan bangsa. Tapi, jalan menuju sana tidak pernah mudah. Di balik euforia kelulusan dan tawa saat mengenakan toga, ada air mata, perjuangan panjang, serta tekad yang tak pernah padam.

Berikut adalah kisah dua penerima beasiswa LPDP, keduanya datang dari latar belakang yang berbeda, menempuh pendidikan di tempat yang berbeda, namun dipersatukan oleh semangat yang sama: belajar untuk menjadi lebih baik, dan pulang membawa perubahan.

Nursyam Syahrir: Gagal Dua Kali, Tapi Tidak Pernah Menyerah

Nursyam Syahrir, Dok. Pribadi

Tahun 2018, Nursyam Syahrir memantapkan hati untuk mendaftar beasiswa LPDP. Harapannya sederhana: bisa menimba ilmu di luar negeri, menambah wawasan, lalu kembali dan berkontribusi bagi tanah air. Tapi apa daya, harapan tak selalu langsung berbanding lurus dengan hasil. Tes pertama gagal. Tes kedua, masih belum cukup. Bukan karena dia tidak mampu, tapi karena ia belum cukup siap. Tantangan terberat datang dari tes bakat skolastik  sebuah ujian yang menguji kemampuan logika, numerik, dan analisis dalam waktu terbatas.

“hal yang membuat saya tidak lolos pada percobaan pertama adalah karena kurangnya persiapan. Di percobaan kedua, saat saya mulai percaya diri, ternyata hasilnya masih belum cukup hanya kurang sedikit lagi”.

Bukannya patah semangat, Nursyam justru menjadikan dua kegagalan itu sebagai bahan bakar untuk bangkit. Ia belajar lebih giat, mencari tahu strategi dari pengalaman orang lain, dan mencoba lagi. Di percobaan ketiga saat banyak orang mungkin sudah menyerah  ia justru berhasil.

Tiga tahun setelah dinyatakan lolos, Nursyam akhirnya berangkat ke University of Southern California, Amerika Serikat, untuk menjalani studi pada tahun 2022–2023. Di sana, ia tidak hanya belajar teori di kelas, tapi juga mengalami perubahan besar dalam dirinya.

“Tinggal dan kuliah di Amerika membuat saya lebih mencintai Indonesia, dan berinteraksi dengan banyak mahasiswa dari berbagai negara, khususnya dari Amerika sendiri, membuat saya semakin memahami pentingnya toleransi dan keterbukaan terhadap perbedaan.”

Jauh dari rumah justru membuatnya semakin dekat dengan jati dirinya sebagai orang Indonesia. Ia menyadari betapa berharganya keberagaman, betapa pentingnya toleransi, dan betapa besar potensinya untuk berkontribusi sepulang dari sana. Kini, ia punya pesan kuat untuk siapa pun yang ingin mengikuti jejaknya:

“Belajarlah dari pengalaman orang lain, dan dari berbagai sumber, dan niatkan keinginan sekolah utk memperbaiki diri dan utk Indonesia.”

Nuranti Anarkhis: Jalur Afirmasi, Relasi Inspiratif, dan Manisnya Hasil dari Usaha

Nuranti Anarkhis. Dok. Pribadi

Tidak semua kisah perjuangan datang dari jalan yang terjal. Kadang, kemudahan datang karena kita tahu jalur mana yang paling sesuai. Itulah yang dilakukan oleh Nuranti Anarkhis, penerima LPDP yang juga lulus pada tahun 2019 dan memulai kuliah pada 2020 di Universitas Brawijaya, Malang. Ia memilih untuk mendaftar melalui jalur afirmasi  sebuah jalur yang dirancang khusus untuk membuka kesempatan lebih luas bagi mereka yang berasal dari daerah tertinggal, atau memiliki latar belakang yang kurang terwakili.

“Kalau susah tidaknya tergantung persiapan personal, alhamdulillah karena daftar jalur afirmasi jadi sedikit lebih menguntungkan dalam hal memudahkan.”

Tapi meski proses seleksi terasa lebih ringan, perjuangannya tidak kalah bermakna. Ia harus meninggalkan kampung halamannya, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan belajar beradaptasi dengan standar akademik yang lebih tinggi. Namun, justru dari proses itulah ia mendapatkan hal-hal yang tak tergantikan: pertemanan, inspirasi, dan relasi dengan para awardee LPDP lainnya yang punya semangat membara.

“Mendapatkan relasi yang luar biasa dengan sesama awardee dan alumni, mendapat insight baru kuliah di luar daerah saya, selain itu banyak teman yang inspiratif.”

Kini, ia percaya bahwa setiap usaha, sekecil apa pun, pasti ada hasilnya   asal dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan hati yang bersih.

“Percayalah bahwa tidak ada usaha yang tidak berbuah manis, tetaplah mengusahakan untuk melakukan yang terbaik. Man Jaddah Waa Jaddah.”

Satu Tujuan, Dua Jalan yang Berbeda

Kisah Nursyam dan Nuranti membuktikan bahwa tidak ada satu jalan pasti menuju mimpi. Ada yang harus jatuh bangun dulu, ada yang memanfaatkan peluang dari jalur khusus. Tapi intinya sama: mereka tidak pernah berhenti berusaha, dan mereka tidak pernah melupakan tujuan akhir mereka  untuk kembali dan berkontribusi bagi negeri.

LPDP bukanlah tujuan akhir. Ia adalah batu loncatan untuk tumbuh, untuk membuka cakrawala, dan untuk membangun Indonesia dari berbagai sudut pandang.

Mereka berdua sudah membuktikan bahwa mimpi besar tidak akan mengkhianati mereka yang bersungguh-sungguh. Maka kini, giliranmu untuk bertanya: apakah kamu siap berjuang untuk mimpi yang sama?. (CB/NANABQ)

 

Post ADS 1
Post ADS 1