PENAJAM— Rencana pendirian “sekolah rakyat” di Desa/Kelurahan Lawe-Lawe, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), memicu pertanyaan di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Meskipun potensi lahan seluas enam hektare telah disiapkan, konsep dan pengelolaan sekolah yang digagas sebagai program unggulan Prabowo ini belum sepenuhnya dipahami oleh legislatif.
Ketua Komisi II DPRD PPU, Thohiron, mengungkapkan keheranannya terkait penunjukan Dinas Sosial (Dinsos) sebagai pihak yang akan mengelola sekolah ini, berbeda dengan sekolah formal yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora).
“Kami mempertanyakan, apa sebenarnya sekolah rakyat ini. Apakah akan setara dengan Sekolah Dasar yang sudah ada, atau justru menjadi model sekolah satu atap yang merangkum berbagai jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi?” ujarnya pada Selasa (22/4).
Thohiron juga mengaku belum mengetahui secara pasti latar belakang dan tujuan spesifik dari program sekolah rakyat ini. Pihaknya saat ini masih menunggu informasi lebih detail mengenai implementasinya di lapangan, termasuk kurikulum yang akan diterapkan.
Meskipun demikian, potensi lahan yang luas di Lawe-Lawe diharapkan dapat mendukung kelancaran pembangunan fasilitas pendidikan ini. Namun, ketidakjelasan mengenai konsep dan pengelolaan menimbulkan tanda tanya besar mengenai efektivitas dan integrasi sekolah rakyat dalam sistem pendidikan yang sudah ada di PPU.
“Masyarakat juga menanti kejelasan mengenai konsep dan implementasi sekolah rakyat ini. Mereka perlu memahami bagaimana sekolah ini akan berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah,” pungkasnya.
Saat ini, inisiatif sekolah rakyat di Lawe-Lawe masih dalam tahap wacana. DPRD PPU berharap agar pemerintah daerah segera memberikan penjelasan komprehensif terkait program ini agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat dan kalangan legislatif. (ADV/CB/AJI)
Tim Redaksi CahayaBorneo.com