NASIONAL – Hari Buruh Internasional atau May Day yang diperingati setiap 1 Mei merupakan simbol perjuangan panjang kaum pekerja dalam menuntut keadilan dan kesejahteraan. Di Indonesia, momen ini dirayakan bukan sekadar seremoni, tetapi juga menjadi refleksi atas sejarah panjang pergerakan buruh dan kontribusinya terhadap pembangunan nasional.
Sejarah Singkat Hari Buruh
May Day berawal dari aksi protes besar-besaran kaum buruh di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886, khususnya di Chicago. Mereka menuntut penerapan jam kerja delapan jam sehari, menggantikan jam kerja 12 hingga 16 jam yang umum terjadi saat itu. Demonstrasi ini berujung pada insiden Haymarket Affair yang menjadi simbol perjuangan buruh secara global.
Di Indonesia, peringatan Hari Buruh pertama kali dilakukan pada 1 Mei 1918 di Semarang oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee. Gerakan ini terinspirasi oleh ide-ide sosialisme dan perjuangan buruh yang berkembang di Eropa dan Amerika. Meskipun sempat dilarang pada masa Orde Baru, Hari Buruh kembali dihidupkan pada era Reformasi, dan sejak 2013 resmi menjadi hari libur nasional.
Makna dan Perayaan May Day di Indonesia
May Day di Indonesia kerap diisi dengan aksi damai, pawai buruh, seminar, serta kegiatan sosial dan budaya. Selain itu, peringatan ini juga menjadi ajang solidaritas antar serikat pekerja dari berbagai sektor industri. Momen ini dimanfaatkan untuk menyuarakan pentingnya hak-hak pekerja, perlindungan hukum, dan kondisi kerja yang adil dan layak.
Di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Makassar, ribuan buruh turun ke jalan untuk memperingati May Day. Namun tidak semua peringatan dilakukan dalam bentuk aksi. Beberapa komunitas buruh dan LSM memilih pendekatan edukatif dengan menyelenggarakan diskusi publik, pemutaran film dokumenter, serta kegiatan seni untuk menyebarkan semangat perjuangan buruh secara damai dan inklusif.
Tokoh-Tokoh Buruh Berpengaruh
Indonesia mencatat beberapa nama penting dalam sejarah pergerakan buruh, seperti Semaun — tokoh buruh dan anggota Sarekat Islam yang kemudian memimpin Serikat Buruh Kereta Api di awal abad ke-20. Ada juga Marsinah, aktivis buruh wanita yang menjadi simbol perjuangan hak-hak pekerja perempuan setelah tewas secara misterius usai memimpin aksi mogok kerja pada tahun 1993. Kisah mereka masih menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda hingga hari ini.
Tantangan Masa Kini
Meski Hari Buruh kini mendapat pengakuan resmi sebagai hari libur nasional, tantangan yang dihadapi pekerja Indonesia masih kompleks. Isu seperti ketidakpastian kerja, pelanggaran hak normatif, rendahnya upah minimum di sejumlah daerah, serta ketimpangan akses jaminan sosial masih menjadi sorotan. Dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi, pekerja kini juga menghadapi transformasi besar-besaran dalam sistem kerja yang menuntut adaptasi keterampilan dan perlindungan hukum yang lebih kuat.
Peringatan Hari Buruh Internasional setiap 1 Mei seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai seremonial tahunan, tetapi juga sebagai momentum untuk memperkuat kesadaran kolektif mengenai pentingnya perlindungan hak-hak pekerja. Sejarah panjang perjuangan buruh menjadi pengingat bahwa kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari peran vital kaum pekerja. Dengan semangat solidaritas, dialog yang terbuka, dan komitmen bersama antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, diharapkan tercipta ekosistem kerja yang lebih adil, sejahtera, dan bermartabat bagi seluruh lapisan masyarakat. (CB/NANABQ)