PENAJAM— Sekretaris Komisi II DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Jamaluddin, meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk lebih berhati-hati dalam mewujudkan rencana pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kecamatan Penajam, Waru, Sepaku, dan Babulu. Ia menilai, keberadaan TPI di PPU saat ini berpotensi tidak berjalan efektif karena sebagian besar nelayan masih terikat dengan sistem “punggawa”.
Jamaluddin menjelaskan bahwa banyak nelayan di PPU masih bergantung pada “punggawa” yang menyediakan alat tangkap dan fasilitas lainnya. Sebagai gantinya, nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada punggawa dengan harga yang cenderung lebih rendah dari harga pasar.
“Sebagian besar nelayan kita masih terikat dengan punggawa mereka. Ini akan menjadi tantangan besar jika kita ingin mengalihkan mereka untuk bertransaksi di TPI,” ujarnya pada Minggu (04/5/2025).
Lebih lanjut, Jamaluddin mengungkapkan bahwa hasil survei dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengindikasikan bahwa PPU belum sepenuhnya siap untuk memiliki TPI yang optimal. Keterikatan nelayan dengan sistem punggawa menjadi faktor utama yang menghambat transisi ke sistem pelelangan resmi seperti TPI.
“Menurut saya, membangun TPI sekarang ini bisa jadi sia-sia jika kebiasaan nelayan tidak berubah. Fasilitas yang ada malah bisa jadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” katanya.
Oleh karena itu, Jamaluddin menyarankan Pemda PPU untuk melakukan pendekatan sosial yang lebih intensif kepada komunitas nelayan. Edukasi mengenai manfaat dan mekanisme TPI perlu diberikan agar para nelayan memahami pentingnya sistem pelelangan resmi ini.
Ia berharap Pemda tidak hanya fokus pada pembangunan fisik TPI, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan budaya masyarakat nelayan. Sosialisasi yang menyeluruh dinilai penting sebelum pembangunan TPI di empat kecamatan tersebut benar-benar direalisasikan.
“Saya sangat berharap Pemda PPU dapat mempertimbangkan aspek sosial dan melakukan sosialisasi yang mendalam kepada nelayan sebelum membangun TPI. Jangan sampai kita hanya membangun infrastruktur tanpa memperhatikan kondisi dan kebiasaan masyarakat, khususnya para nelayan,” tegasnya. (ADV/CB/AJI)
Tim Redaksi CahayaBorneo.com