SAMARINDA — Dugaan adanya praktik pengolongan ilegal di area terlarang bawah Jembatan Mahakam I kembali mencuat setelah sebuah kapal tongkang terpantau melintas pada Senin malam, 28 April 2025.
Kejadian ini memantik respons keras dari DPRD Kalimantan Timur yang menilai adanya pelanggaran terhadap aturan keselamatan sungai.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyoroti keras insiden tersebut dan menilai tindakan kapal tongkang itu sebagai kesengajaan yang bertentangan dengan peraturan.
“Saya menduga kapal ini melintas dengan sengaja melakukan pengolongan. Ini bukan posisi sandar atau istirahat, tapi aktivitas yang sudah melanggar aturan,” tegas Sapto saat ditemui, Jumat (2/5/2025).
Ia menegaskan bahwa area di sekitar jembatan seharusnya bebas dari aktivitas perhentian maupun manuver kapal, dan mendesak penegakan kembali Perda Nomor 1 Tahun 1989 yang mengatur larangan aktivitas di radius tertentu dari jembatan.
“Kalau aturan ini ditegakkan, tidak akan ada kapal yang nekat main di bawah jembatan,” katanya.
Sapto juga mempertanyakan lemahnya kinerja pengawasan dari instansi pelabuhan dan navigasi sungai.
“Kita ini bukan baru pertama kali kejadian, tapi selalu ditangani dengan cara yang sama: pembiaran,” ujarnya dengan nada geram.
Sementara itu, General Manager Pelindo Regional 4 Samarinda, Capt. Suparman, M.Mar, menampik keterlibatan pihaknya dan menyatakan tidak ada jadwal resmi pengolongan pada waktu kejadian.
“Jika memang terjadi pengolongan saat itu, dapat dipastikan ilegal dan bukan menjadi tanggung jawab Pelindo,” tegas Suparman.
Ia menyebut pihaknya segera mengirim tim asistensi setelah menerima laporan warga, namun saat tim tiba, kapal dan ponton tersebut sudah tak berada di lokasi.
“Begitu kami datang, kapal sudah tidak ada. Artinya ini bukan kegiatan resmi yang terpantau,” jelasnya.
Meski demikian, Komisi II tetap mempertanyakan efektivitas sistem pengawasan yang ada. Pelindo dan KSOP dinilai belum maksimal menjalankan tanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran sungai.
“Kalau Pelindo bilang itu di luar tanggung jawab, lalu siapa yang harus jaga keselamatan kita?” kata Sapto.
Ia menekankan pentingnya penerapan teknologi modern untuk pemantauan lalu lintas sungai secara real-time, guna mencegah insiden berulang.
“Ini era digital, bukan zamannya nunggu laporan warga baru gerak,” ujarnya.
Sapto juga menyoroti lemahnya koordinasi antar instansi terkait dan mendorong segera dibentuknya protokol keamanan permanen.
“Kita harus duduk satu meja, kalau tidak begini terus, sampai jembatan ambruk baru sadar,” tambahnya.
Komisi II pun menyarankan agar dilakukan moratorium terhadap perlintasan tongkang di bawah Jembatan Mahakam I hingga sistem keamanan sungai dibenahi total.
“Kita tidak bisa terus berjudi dengan nyawa warga,” kata Sapto.
Usulan penutupan sementara Jembatan Mahakam I, seperti yang pernah disampaikan Ketua Komisi II Sabaruddin Panrecalle, dianggap sebagai bentuk tekanan politik terhadap lambannya respons pemerintah pusat.
“Kami ingin tunjukkan bahwa daerah tidak tinggal diam. Kalau pusat tidak bergerak, kami yang pasang badan,” tutup Sapto.
DPRD Kaltim juga mendorong audit menyeluruh terhadap sistem pelayaran di Samarinda, termasuk peninjauan terhadap proses perizinan dan siapa saja yang bertanggung jawab atas pengawasan.
“Kita perlu bersih-bersih. Kalau dibiarkan, kita tinggal tunggu bencana,” pungkas Sapto. (ADV/CB/NN)
Editor: Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0N
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!







