LIFESTYLE — Sebelum cahaya listrik menjangkau seluruh pelosok negeri, lampu gantung minyak tanah adalah sumber penerangan utama di banyak rumah Indonesia. Bagi generasi 90-an, cahaya temaramnya bukan sekadar penerang, tapi bagian dari cerita masa kecil yang hangat dan sederhana.
Lampu gantung minyak tanah biasanya tergantung di tengah ruang keluarga atau dapur. Terbuat dari kaca atau logam dengan sumbu kain di tengah, lampu ini bekerja dengan cara menyerap minyak tanah melalui sumbu, lalu membakarnya untuk menghasilkan cahaya. Nyala apinya yang tenang dan berkelip menciptakan suasana malam yang hening dan damai.
Pada masa itu, keberadaan lampu ini erat dengan rutinitas harian: menuang minyak, memotong sumbu, dan membersihkan kaca dari jelaga. Semua dilakukan secara manual dan menjadi bagian dari kebiasaan yang melekat dalam kehidupan rumah tangga. Anak-anak belajar di bawah cahaya remang-remang, sementara orang tua menyiapkan makan malam atau bercerita sebelum tidur.
Seiring berkembangnya teknologi dan meluasnya akses listrik, lampu gantung minyak tanah perlahan ditinggalkan. Namun, bagi banyak orang yang tumbuh di era 90-an, benda ini menyimpan kenangan yang tak tergantikan tentang kesederhanaan, kebersamaan, dan suasana malam yang berbeda dari hari ini.
Kini, lampu gantung minyak tanah lebih sering dijumpai sebagai barang antik atau koleksi pribadi. Meski tak lagi digunakan, nilainya tetap tinggi dalam ingatan kolektif masyarakat, terutama mereka yang pernah merasakan hangatnya cahaya dari api kecil yang penuh makna itu. CB/NANABQ)
Penulis : Nanabq
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!