SAMARINDA – Program kuliah gratis bertajuk Gratispol yang baru saja diluncurkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menuai apresiasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Namun, di balik pujian, sejumlah catatan kritis turut dilontarkan agar program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud dan Seno Aji, tak sekadar menjadi slogan politik.
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, menilai antusiasme masyarakat terhadap program ini tidak diiringi dengan informasi teknis yang memadai. Ia menyebut banyak aspek mendasar seperti mekanisme pendaftaran, skema pembiayaan, dan kriteria penerima manfaat belum disosialisasikan secara terbuka.
“Antusiasme publik besar, tapi jangan sampai program ini membingungkan masyarakat karena petunjuk pelaksanaannya belum jelas,” kata Nurhadi kepada Cahaya Borneo, Selasa, (3/6/2025).
Menurut politikus NasDem ini, Gratispol akan sulit diwujudkan secara efektif tanpa landasan hukum dan pengawasan yang kuat. Ia pun mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak dalam euforia dan mengabaikan urgensi regulasi formal.
“Kami mendorong program ini ditopang oleh Perda. Kalau hanya berdasar kebijakan kepala daerah, keberlanjutan program akan rawan diganggu dinamika politik,” ujarnya.
Nurhadi juga menyoroti kecenderungan program ini menjadi alat pencitraan karena didukung oleh tokoh-tokoh yang sebelumnya terlibat aktif dalam kampanye. Ia menekankan, DPRD sebagai mitra eksekutif harus dilibatkan sejak awal, termasuk dalam pengawasan pelaksanaan.
“Yang akan pertama kali ditanya masyarakat nanti ya kami, bukan langsung ke gubernur. Jadi kami butuh tahu siapa saja yang menyusun, apa acuannya, dan bagaimana implementasinya,” katanya.
Pertanyaan paling mendasar, kata Nurhadi, ialah status Gratispol sebagai beasiswa atau program kuliah gratis tanpa syarat. Jika hanya menyasar kelompok tidak mampu, maka harus ditegaskan skema seleksinya. Jika untuk semua warga Kaltim, maka harus jelas pula dasar anggarannya.
“Kalau disebut gratis untuk semua, artinya siapa pun bisa ikut. Tapi kenyataannya belum ada aturan yang menjamin hal itu,” kata dia.
Ia pun mengingatkan agar pelaksanaan Gratispol tidak dikelola dalam ruang tertutup. Hingga kini, menurut Nurhadi, DPRD belum mengetahui siapa saja yang tergabung dalam tim transisi pengelola program tersebut.
“Kami mendengar ada tim transisi, tapi tidak tahu siapa mereka dan bagaimana mereka bekerja. Harus ada transparansi,” tegasnya.
Meski demikian, Nurhadi menegaskan, DPRD Kaltim mendukung penuh semangat Gratispol sebagai program afirmatif pendidikan. Namun dukungan itu, kata dia, harus dibarengi dengan kejelasan hukum, transparansi teknis, dan pengawasan publik.
“Gratispol bisa jadi warisan penting Kaltim ke depan, asalkan disusun secara matang dan dijalankan dengan akuntabilitas,” pungkasnya. (ADV/CB/QLA)
Penulis : QLA
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!