SAMARINDA – Ketimpangan pembangunan infrastruktur dasar di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali menjadi sorotan. Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Apansyah, angkat bicara setelah melakukan kunjungan lapangan di sejumlah wilayah yang masih tertinggal fasilitas dasarnya.
Politikus asal daerah pemilihan Kutim ini menyayangkan kondisi akses jalan, air bersih, hingga listrik yang hingga kini belum merata. Salah satu titik paling memprihatinkan adalah ruas jalan penghubung antara Sangatta dan Bengalon.
“Ini bukan sekadar jalan desa. Jalur ini vital, bukan hanya bagi masyarakat lokal, tapi juga sektor industri besar seperti tambang. Tapi lihat kenyataannya, jalannya rusak parah,” kata Apansyah, Selasa (3/6/2025).
Meski jalur tersebut dekat dengan operasional PT Kaltim Prima Coal (KPC), belum ada langkah konkret dari perusahaan karena terbentur masalah perizinan. “Sudah kami tinjau langsung. Di lapangan, belum ada perbaikan karena perusahaan belum bisa bergerak tanpa izin resmi,” jelasnya.
Apansyah menilai ketimpangan antarwilayah di Kutim sangat mencolok. Dari 18 kecamatan yang ada, masih banyak yang belum tersentuh infrastruktur dasar memadai. Padahal, Kutim menjadi daerah dengan kontribusi ekonomi besar dari sektor pertambangan.
“Kita bicara daerah yang menyumbang devisa besar, tapi banyak warganya masih sulit akses air bersih, listrik, dan jalan. Ini ironi,” tegasnya.
Ia menyebut adanya titik terang lewat proyek pembangunan jalan provinsi yang menghubungkan Kutim dengan Berau, termasuk pembangunan Jembatan Nibung yang menjadi penghubung penting antarwilayah utara Kaltim. Proyek ini ditargetkan rampung pada 2026.
“Ini progres yang patut diapresiasi. Paling tidak, ada pembangunan yang mulai mengarah ke daerah-daerah terluar,” ujarnya.
Namun permasalahan serupa juga terjadi di daerah tetangga. Di Berau, beberapa titik masih kekurangan infrastruktur dasar, sementara di Kota Bontang, banjir akibat sistem drainase buruk masih menjadi momok tahunan.
“Khusus Bontang, kami sudah dorong program normalisasi saluran air. Tapi ini harus konsisten dijalankan, tidak bisa hanya musiman,” ucapnya.
Apansyah juga menekankan tanggung jawab perusahaan tambang dalam mendukung pembangunan infrastruktur di wilayah operasional mereka. Menurutnya, perusahaan tidak boleh hanya mengambil manfaat, tetapi juga ikut memperbaiki akses dan fasilitas publik.
“Kami ingin tahu sejauh mana peran aktif mereka. Jangan hanya beroperasi, tapi tak peduli dengan dampak sosial dan lingkungan,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyoroti jalur Sangatta–Rantau Pulung yang juga mengalami kerusakan berat. Baginya, kondisi tersebut harus segera ditangani melalui kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta.
“Semua ini harus jadi prioritas bersama. Jangan tunggu makin parah. Masyarakat butuh bukti nyata, bukan sekadar janji,” pungkasnya. (ADV/CB/NN)
Editor: Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0N
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!







