SAMARINDA – Sengketa kepemilikan tanah di Jalan Damanhuri II, Kelurahan Mugirejo, kembali mengemuka. Berbeda dari kasus pertanahan pada umumnya, konflik ini turut beririsan dengan aktivitas keagamaan, sehingga mendorong DPRD Kalimantan Timur untuk mengambil langkah cepat guna mencegah potensi gesekan sosial yang lebih luas.
Komisi I DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa, 10 Juni 2025, di Gedung E DPRD Kaltim. Agenda ini menindaklanjuti laporan Hairil Usman, yang mengklaim lahan miliknya saat ini digunakan oleh Keuskupan Agung Samarinda.
RDP dipimpin Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, dan dihadiri unsur kelurahan dan kecamatan setempat, Ketua RT 29, hingga perwakilan BPN Samarinda. Namun, pihak Keuskupan selaku terlapor tidak hadir.
Agus menekankan pentingnya penyelesaian secara hukum dan damai. Ia menyadari bahwa keberadaan aktivitas keagamaan di atas lahan yang disengketakan berpotensi memunculkan kerawanan sosial jika tidak ditangani secara hati-hati.
“Ini bukan hanya soal tanah, tapi juga menyangkut harmoni sosial. Jangan sampai perbedaan keyakinan dijadikan alat memecah masyarakat. Kami minta semua pihak menahan diri dan fokus pada penyelesaian hukum,” ujarnya.
Dari keterangan pelapor, diketahui bahwa lahan tersebut awalnya dibeli Dony Saridin dari ayah Hairil Usman, Djaqung Hanafiah, pada 1988. Namun, Hairil menyebut proses jual-beli tidak pernah tuntas. Persoalan kian rumit setelah Margareta—istri Dony—menerbitkan SPPT atas nama pribadi, lalu menghibahkannya kepada Keuskupan Agung Samarinda dengan luas lahan yang berbeda dari perjanjian awal.
Komisi I berencana memanggil Keuskupan untuk mengklarifikasi asal-usul dokumen yang mereka pegang. BPN juga diminta melakukan pencocokan data antara dokumen resmi dan kondisi di lapangan.
“Jangan sampai dokumen di atas kertas berbeda jauh dengan realitas fisik. Ini penting agar kita punya dasar yang kuat dalam menilai,” jelas Agus.
Ia juga mengingatkan bahwa DPRD bukan lembaga eksekutor keputusan, namun memiliki fungsi mediasi dan pengawasan agar proses penyelesaian tidak menyulut polemik yang lebih besar.
RDP lanjutan dijadwalkan pada 17 Juni mendatang. Selain Keuskupan, aparatur kecamatan diminta menelusuri ulang seluruh dokumen historis terkait tanah tersebut.
“Yang kami jaga adalah keadilan, sekaligus ketenangan masyarakat. Jangan sampai kasus ini digiring ke arah yang memecah belah,” tegas Agus. (AV/CB/QLA)
Penulis : QLA
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!