SAMARINDA – Program kuliah gratis bertajuk GratisPol di Kalimantan Timur mulai berjalan di tengah sorotan publik. Meski membawa angin segar bagi akses pendidikan tinggi, DPRD Kaltim mewanti-wanti agar bantuan pemerintah ini tidak membungkam sikap kritis dunia kampus.
Peringatan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, dalam rapat internal pembahasan kesiapan implementasi GratisPol untuk tahun ajaran 2025/2026.
“Kami tegaskan, kampus tetap harus independen. Jangan ada ketakutan menyuarakan kritik terhadap kebijakan publik hanya karena dibiayai pemerintah,” kata Darlis, Jumat, 13 Juni 2025.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, keberadaan dana publik dalam dunia pendidikan tidak boleh ditukar dengan loyalitas politik, apalagi menjadi alat pembungkaman wacana intelektual.
“Kalau kampus jadi takut bersuara karena takut dicabut anggarannya, itu berbahaya. Pendidikan tinggi harus tetap menjadi rumah bagi kebebasan berpikir,” ujar Darlis.
Program GratisPol sendiri telah memasuki fase teknis penting. Salah satunya menyangkut pengembalian Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah dibayar oleh mahasiswa jalur undangan (SNBP) sebelum skema GratisPol diberlakukan penuh.
Darlis menyebut Pemprov telah menyiapkan skema pengembalian yang akan dimulai pasca-penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara pemerintah daerah dan kampus.
“Targetnya, dana UKT mahasiswa dikembalikan paling lambat September,” jelasnya.
Namun, di balik optimisme itu, muncul pula berbagai catatan kritis. Salah satunya dari kalangan dosen yang mempertanyakan batas usia maksimal penerima beasiswa jenjang doktoral. Komisi IV menyatakan mendukung relaksasi usia maksimal dari 40 menjadi 45 tahun, mengingat banyak dosen baru berkesempatan melanjutkan studi di usia matang.
“Usulan ini bentuk keberpihakan terhadap dosen yang ingin terus mengembangkan kapasitasnya,” ucap Darlis.
Ia juga menyoroti masalah klasik dalam program berbasis anggaran daerah: pencairan dana yang lambat dan berdampak pada layanan pendidikan. Darlis menegaskan, kampus tidak boleh menurunkan kualitas pelayanan akademik hanya karena dana belum cair.
“Pendidikan bukan proyek bangunan. Layanan untuk mahasiswa tidak boleh tertunda hanya karena kendala administrasi,” tegasnya.
Komisi IV pun mendorong sinkronisasi kalender akademik kampus dengan siklus keuangan daerah agar ritme pencairan anggaran bisa lebih presisi dan tidak mengganggu proses belajar mengajar.
“Kampus dan pemerintah harus duduk bersama menyelaraskan sistem. Ini soal hak mahasiswa dan kualitas pendidikan kita ke depan,” pungkas Darlis. (AD/CB/QLA)
Penulis : QLA
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!







