PENAJAM — Setelah lebih dari satu dekade hidup sebagai hewan peliharaan ilegal, dan melalui proses rehabilitasi yang panjang, dua individu orangutan (Pongo pygmaeus), Mungky dan Dodo, akhirnya selangkah lebih dekat untuk kembali hidup di habitat mereka.
Sebagai bagian dari visi Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) untuk mewujudkan lingkungan hidup dan budaya Nusantara yang lestari, YAD bekerja sama dengan pemerintah mendirikan Pusat Suaka Orangutan (PSO) Arsari yang diresmikan pada tahun 2019. Salah satu tujuan PSO Arsari adalah melestarikan orangutan, salah satu spesies kunci yang berstatus terancam punah (critically endangered).
S. Indrawati Djojohadikusumo, Wakil Ketua YAD, mengatakan bahwa PSO Arsari didirikan untuk mendukung konservasi orangutan dan satwa liar lainnya beserta habitatnya di wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Ibu Kota Nusantara. “Melalui kerja sama tripartit antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Balai KSDA) Kalimantan Timur, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), dan YAD, PSO Arsari memiliki keinginan untuk memberikan kesejahteraan bagi orangutan jantan dewasa khususnya yang tidak lagi dapat dilepasliarkan ke alam bebas,” ungkap S. Indrawati.
Dalam beberapa bulan terakhir, dua individu orangutan jantan, Mungky dan Dodo, berhasil ditranslokasi ke PSO Arsari yang terletak di area HGB PT ITCI Kartika Utama, Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Keduanya dipindahkan dari Sintang Orangutan Center (SOC) di Kalimantan Barat dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPS Cikananga) di Jawa Barat.
Harapannya, Mungky dan Dodo suatu hari dapat tinggal di Pulau Kelawasan, sebuah kawasan yang sedang dikembangkan menjadi pulau suaka orangutan, yaitu habitat konservasi bagi individu yang tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan (unreleaseable) secara penuh ke alam liar. Untuk sementara, Mungky dan Dodo akan dititiprawatkan di PSO Arsari sampai Pulau Kelawasan siap digunakan.
Lebih lanjut, S. Indrawati menjelaskan bahwa translokasi ini juga menjadi simbol kerja sama multipihak, mulai dari pemerintah melalui Balai KSDA Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat serta Balai Besar KSDA Jawa Barat, Otorita Ibu Kota Nusantara, lembaga mitra seperti SOC dan PPS Cikananga, hingga badan usaha seperti KirimAja yang mendukung dari sisi jasa ekspedisi. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah menunjukkan kepedulian dan kontribusi dalam translokasi orangutan Mungky dan Dodo,” pungkas S. Indrawati.
Orangutan Mungky dan Dodo
Mungky, orangutan jantan yang sebelumnya menjadi peliharaan ilegal, berhasil diselamatkan setelah Balai KSDA Kalimantan Barat, Seksi Kerja Wilayah II Sintang, melakukan pendekatan persuasif terhadap warga yang memeliharanya di Kelurahan Beringin, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Mungky kemudian dititiprawatkan di SOC sejak 2 September 2014. Saat itu, ia diperkirakan berusia 14 tahun.
“Kalau dari segi fisik dan kesehatan, dia bagus, sehat, anatomis lengkap, tidak ada cacat. [Hanya] yang kami tidak bisa dapat itu tentang data tingkah lakunya. Jadi, kami simpulkan, dikarenakan dia datang sudah besar, sudah sangat lama dipelihara, dia tidak bisa dilepasliarkan,” jelas drh. Vicktor Vernandes, Manajer Program Sintang Orangutan Center yang dikelola Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang, tentang Mungky yang kini berusia 24 tahun.
Translokasi Mungky dimulai pada 22 Mei 2025 dari Sekolah Hutan Jerora, Sintang. Tim translokasi menempuh perjalanan darat selama 8 jam menuju Bandara Supadio, kemudian melanjutkan penerbangan dengan transit di Bandara Soekarno–Hatta sebelum tiba di Bandara Sepinggan, Balikpapan. Dari sana, Mungky dibawa melalui jalur darat dan tiba di PSO Arsari pada pukul 22.00 WITA, lalu berhasil dipindahkan ke kandang rehabilitasi pada pukul 22.45 WITA.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menyatakan, “Kegiatan ini mencerminkan sinergi antar lembaga dalam pelestarian satwa liar endemik Kalimantan. Kami berharap Mungky dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan aman di habitat barunya.”
Sementara itu, Dodo, orangutan jantan berusia 29 tahun, diselamatkan oleh Balai Besar KSDA Jawa Barat bersama PPS Cikananga dari pemeliharaan ilegal di wilayah Bogor pada Mei 2008. “Tantangan utamanya adalah bagaimana kita membentuk kembali perilaku orangutan sebagai satwa liar. Translokasi Dodo ini merupakan sebuah hal yang patut diapresiasi dan didukung oleh banyak pihak sebagai upaya mengembalikan satwa endemik ke kampung halaman mereka,” terang Andri Hansen Siregar, Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Jawa Barat.
Sejak itu, Dodo dititiprawatkan di PPS Cikananga. Drh. Anatasha Reza Widiantoro, dokter hewan Cikananga Wildlife Center, menyampaikan, “Walaupun secara medis, Dodo dinyatakan sehat, namun karena ia sudah berada di dalam kandang sejak lahir, insting survive Dodo terbilang sangat kecil. Sehingga kami berharap nantinya Dodo dapat hidup sejahtera berada di pulau suaka.”
Translokasi Dodo dilakukan dua bulan setelah Mungky. Tim translokasi berangkat menuju Bandara Soekarno–Hatta pada malam hari, 15 Juli 2025, dari PPS Cikananga di Sukabumi. Pada 16 Juli 2025 pagi hari, translokasi dilanjutkan dengan transportasi udara. Setibanya di Bandara Sepinggan, Balikpapan, Dodo langsung dibawa ke PSO Arsari melalui jalur darat dan tiba pada pukul 11.30 WITA, serta berhasil masuk ke kandang rehabilitasi pada pukul 12.20 WITA.
Proses translokasi Dodo didukung dengan logistik door-to-door dari KirimAja yang turut berpartisipasi sebagai bentuk dukungan aktif terhadap program pemerintah, termasuk penyediaan armada darat dan penerbangan untuk Dodo, dari Sukabumi, Jawa Barat, hingga ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Direktur KirimAja, Hari Agung Saputra, menyampaikan, “Melalui keterlibatan ini, KirimAja ingin menunjukkan kepada publik bahwa kecepatan waktu tempuh yang tidak tertandingi dari layanan airfreight merupakan nilai terdepan bagi keselamatan dan keamanan satwa yang tidak dapat diberikan oleh jenis armada lain. Kami juga memberikan kemudahan akses bagi para pendamping seperti animal welfare, animal keeper, dan dokter hewan terhadap satwa sepanjang proses pengiriman karena kami memahami pentingnya fungsi kontrol keamanan dan kondisi satwa selama perjalanan.”
Pulau Kelawasan, Pulau Suaka bagi Orangutan
Sebagai orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan ke alam liar, Mungky dan Dodo nantinya akan tinggal di Pulau Kelawasan, sebuah pulau suaka semi-liar di wilayah Ibu Kota Nusantara yang dirancang untuk mendukung kesejahteraan mereka. Saat ini, pulau tersebut masih dalam proses pembangunan.
Pungky Widiaryanto, Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air OIKN, menyampaikan, “Kami harapkan bahwa dengan perpindahan Mungky dan Dodo kembali ke Kalimantan Timur ini dapat memperkaya keanekaragaman hayati, baik di Kalimantan Timur pada umumnya, khususnya di Ibu Kota Nusantara.”
Pulau Suaka Orangutan Kelawasan merupakan inisiatif konservasi ex-situ in natura yang digagas YAD untuk menampung orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan kembali ke hutan, habitat aslinya, karena alasan tertentu seperti kondisi kesehatan, perilaku, atau faktor keamanan. Di kawasan ini, orangutan tetap dapat mengekspresikan perilaku alaminya dalam ruang hidup yang menyerupai habitat aslinya, sekaligus menjamin kesejahteraannya dalam jangka panjang.
“Ketika mereka tidak bisa dilepasliarkan, paling tidak, mereka dapat hidup di habitat alaminya dengan tetap ada intervensi dari manusia terkait dengan pakannya. Sehingga mereka dapat hidup hingga akhir hayat mereka bukan di dalam kandang, namun di habitat alaminya dalam bentuk hutan Borneo,” ungkap Ari Wibawanto, Kepala Balai KSDA Kalimantan Timur.
Konsep Pulau Suaka Orangutan Kelawasan sebagai pilot project ini diharapkan dapat menjadi open door bagi skema repatriasi orangutan jantan pipi lebar yang selama ini sulit mendapatkan tempat pelepasliaran.
“Kami dari Yayasan Arsari Djojohadikusumo memang memiliki perhatian khusus terhadap konservasi satwa liar, khususnya orangutan jantan berpipi lebar. Dan saat ini, kami sudah mempersiapkan Pulau Suaka Orangutan di Pulau Kelawasan, di mana lima orangutan jantan pipi lebar yang dititiprawatkan di PSO Arsari, yakni Mungky dan Dodo yang baru saja berhasil ditranslokasi, serta Bento, Beni, dan Boni, akan menjadi penghuni pulau suaka tersebut. Kami berharap, mereka akan lebih bebas dan sejahtera di sana hingga nanti mereka tutup usia,” tutup S. Indrawati Djojohadikusumo, Wakil Ketua YAD. (CB/Rilis)
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!