PENAJAM — Sejalan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Upacara penganugerahan tersebut berlangsung di Istana Negara, Jakarta.
Nama Soeharto kembali menjadi sorotan karena warisannya yang masih memicu perdebatan di ruang publik, baik di dalam maupun luar negeri. Meskipun demikian, saat pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, muncul keberatan dari sejumlah aktivis dan akademisi terkait catatan pelanggaran hak asasi manusia pada masa pemerintahan mendiang tersebut.
Perdebatan itu muncul karena penetapan Soeharto sebagai pahlawan dinilai menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran HAM berat, praktik otoritarianisme, serta maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme selama rezim Soeharto.
Terkait hal tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Andi Muhammad Yusuf, menyampaikan pandangannya. Ia menilai, dengan melihat ke belakang, Soeharto telah menjabat sebagai Presiden ke-2 dengan masa pemerintahan selama kurang lebih 30 tahun.
“Beliau betul-betul luar biasa, dan itu bisa menjadi contoh sebagai Bapak Pembangunan. Selanjutnya, kita sebagai generasi penerus harus memiliki tekad tulus seperti Pak Soeharto,” ujarnya, Senin (10/11/2025).
Ia menambahkan, hal tersebut dapat dijadikan inspirasi positif yang bisa diambil dari para pahlawan, karena setiap manusia tidak luput dari kesalahan.
“Jadi, hal-hal yang kurang baik mungkin ke depannya bisa kita perbaiki agar menjadi generasi penerus yang mampu melanjutkan hasil perjuangan para pemimpin di masa lalu,” terangnya. (CB/AJI)
Reporter : Aji Yudha
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!







