PENAJAM – Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (Pemkab PPU) secara resmi menyuarakan tuntutan agar Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor perkebunan kelapa sawit bagi daerah penghasil dinaikkan secara signifikan.
Hal ini karena adanya ketidakseimbangan yang mencolok antara besarnya kontribusi perkebunan sawit terhadap beban sosial dan kerusakan infrastruktur di daerah dengan dana yang diterima dari pemerintah pusat.
Menurut Bupati Mudyat Noor, sektor sawit di PPU telah mengambil alih area lahan yang sangat luas. Ekspansi ini, kata dia, bukan hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memicu sejumlah persoalan serius, khususnya konflik sosial yang intensif di masyarakat.
“Ini bahkan dinilai lebih tinggi intensitasnya dibandingkan dampak dari sektor pertambangan batu bara,” ujarnya pada Minggu (23/11/2025).
Kerusakan infrastruktur jalan menjadi sorotan utama. Mudyat menjelaskan bahwa kendaraan berat pengangkut sawit beroperasi setiap hari di jalan-jalan kabupaten. Ia menegaskan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas angkutan sawit ini terjadi di ruas jalan yang total panjangnya mencapai ratusan kilometer.
Ironisnya, Mudyat menyoroti kecilnya DBH yang saat ini diterima PPU, yakni hanya berkisar Rp2 miliar per tahun. Jumlah ini, lanjutnya, sangat minim dan tidak proporsional dengan kebutuhan perbaikan.
“Kalau diukur-ukur, dana itu hanya cukup untuk memperbaiki jalan sepanjang 300 meter. Sementara jalan yang dilalui kendaraan sawit mencapai ratusan kilometer,” tegasnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten PPU menganggap wajar jika mereka meminta porsi DBH sawit dinaikkan. Permintaan ini diajukan untuk meningkatkan porsi yang diterima daerah dari yang saat ini hanya 8 persen menjadi minimal 15 persen. Kenaikan porsi ini dianggap sebagai langkah krusial untuk menanggulangi dampak negatif yang berkelanjutan.
Selama ini, Mudyat juga mengkritisi bahwa sebagian besar dana yang berasal dari pungutan ekspor sawit dikelola secara terpusat oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Umpan balik atau feedback finansial yang kembali ke daerah-daerah yang secara langsung menanggung beban operasional sawit menjadi sangat minimal. Feedback kepada daerah kurang. Ini yang mau kita perjuangkan,” terangnya.
Lebih lanjut, Bupati PPU juga menyinggung minimnya kontribusi langsung dari perusahaan-perusahaan perkebunan sawit kepada Pemkab PPU. Di luar kewajiban pajak dan pungutan ekspor yang diurus pusat, Mudyat menyebut hampir tidak ada kontribusi spesifik atau program pembangunan yang diserahkan secara langsung oleh korporasi kepada pemkab. (ADV/CB/AJI)
Reporter : Aji Yudha
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!







