SAMARINDA – Rapat Paripurna ke-18 DPRD Kalimantan Timur yang membahas pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2024 berubah menjadi panggung kritik. Bukan hanya soal substansi anggaran, tetapi juga menyangkut etika birokrasi dan sinyal melemahnya sinergi antara eksekutif dan legislatif.
Sorotan muncul karena absennya pejabat utama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam forum strategis tersebut. Dalam rapat yang digelar Kamis, 12 Juni 2025, hanya Staf Ahli Gubernur, Arief Murdiyatno, yang hadir mewakili pemerintah daerah. Ketidakhadiran Gubernur, Wakil Gubernur, maupun Sekretaris Daerah memantik reaksi keras dari para anggota dewan.
Mantan Ketua DPRD Kaltim yang kini duduk di Komisi IV, Makmur HAPK, melontarkan interupsi tajam. Menurutnya, agenda sebesar pertanggungjawaban pelaksanaan APBD semestinya mendapat atensi penuh dari pimpinan eksekutif.
“Ini soal wibawa lembaga. Bukan sekadar siapa yang datang, tapi bentuk penghormatan terhadap mekanisme demokrasi dan fungsi pengawasan DPRD,” kata Makmur dalam rapat yang digelar di Gedung Utama DPRD Kaltim.
Ia menilai, ketidakhadiran pejabat tinggi dalam forum formal seperti paripurna mencerminkan kemunduran dalam tata kelola hubungan kelembagaan antara pemerintah dan legislatif. “Kalau dulu, kalau gubernur berhalangan, sekda atau asisten tetap hadir. Sekarang justru kosong,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Makmur juga menyinggung persoalan etika protokoler yang menurutnya sering disalahpahami. Ia menyoroti kebiasaan anggota DPRD berdiri saat menyambut kedatangan pejabat eksekutif dalam forum resmi, yang dianggapnya tidak sesuai aturan.
“Dalam aturan protokol, peserta forum hanya berdiri untuk Presiden, Wakil Presiden, atau saat lagu kebangsaan dikumandangkan. Bukan untuk menyambut kepala daerah,” jelasnya.
Sebagai mantan Kepala Bagian Umum dan Protokol selama lima tahun, Makmur menyebut praktik seperti itu mencerminkan mentalitas feodal yang semestinya sudah ditinggalkan sejak reformasi birokrasi digaungkan.
“Reformasi sudah jalan sejak 1993. Tapi dalam praktiknya, kita masih terjebak pada simbolisme yang tak relevan. Ini saatnya birokrasi kita lebih rasional dan setara,” kata dia.
Makmur berharap, kritiknya menjadi evaluasi serius bagi Pemprov Kaltim agar memperbaiki pola komunikasi kelembagaan. Terutama dalam forum-forum strategis yang berkaitan langsung dengan akuntabilitas anggaran dan hajat hidup masyarakat.
“Ini bukan sekadar urusan hadir atau tidak hadir. Ini soal komitmen terhadap sistem pemerintahan yang sehat dan saling menghormati,” pungkasnya. (AD/CB/QLA)
Penulis : QLA
Editor : Nanabq
Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!







