Menu

Mode Gelap
Basuki Hadimuljono dan Jess Dutton Bahas Kolaborasi Infrastruktur Berkelanjutan untuk Ibu Kota Nusantara PUPR PPU Terkendala Pembangunan Infrastruktur di Wilayah Dekat IKN Jaga Kelestarian Lingkungan Lewat Penanaman Pohon di KIPP IKN Delegasi Sabah Kunjungi Ibu Kota Nusantara, Eksplorasi Potensi Investasi dan Kerja Sama Otorita IKN Terima Kunjungan Delegasi Pengusaha Rusia, Bahas Peluang Kerja Sama Pembangunan IKN PPU Hadapi Tantangan Ketenagakerjaan, Dorong Peningkatan Kapasitas

PENAJAM PASER UTARA

Saatnya Sawit Menghidupi Rakyat, Bukan Sebaliknya

badge-check


					Foto: Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor (Dok. Humas PPU) Perbesar

Foto: Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor (Dok. Humas PPU)

PENAJAM – Terpilihnya Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor, sebagai Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) periode 2025–2030 dalam Munas II AKPSI di Jakarta yang digelar pada Selasa (18/11/2025), bukan sekadar pergantian kepengurusan.

Lebih dari itu, ia membawa harapan baru bagi daerah penghasil sawit di seluruh Indonesia—harapan tentang keadilan, kontribusi nyata, dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam sambutannya, Mudyat Noor menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara besar tidak boleh membiarkan kabupaten penghasil sawit berjalan sendiri menghadapi persoalan-persoalan klasik, mulai dari minimnya pendapatan daerah hingga konflik sosial dan kerusakan lingkungan.

Karena itulah, AKPSI harus menjadi lembaga yang kuat, solid, dan efektif dalam memperjuangkan regulasi serta kebijakan yang memihak daerah.

Perusahaan Sawit Jangan Lagi Jadi “Negara dalam Negara”

Salah satu pesan paling tegas dalam pidato Mudyat Noor adalah kondisi timpang yang selama ini terjadi. Meski sawit menjadi komoditas strategis nasional dan sumber devisa besar, daerah penghasil justru sering kali hanya menerima residu persoalan.

Banyak perusahaan sawit menguasai lahan ribuan hektare, tetapi kontribusinya minim, bahkan nyaris tak terasa. Retribusi daerah tidak mengalir, sementara dampak sosial dan kerusakan infrastruktur justru ditanggung kabupaten. Dalam banyak kasus, masyarakat merasakan seolah-olah perusahaan sawit bertindak layaknya “negara dalam negara”.

AKPSI, menurut Mudyat Noor, harus mengubah kondisi itu. Daerah penghasil berhak menerima manfaat yang sepadan dengan beban yang mereka tanggung.

Daerah penghasil sawit selama bertahun-tahun berjuang sendiri untuk mendapatkan retribusi dari tandan buah segar (TBS). Bahkan, kontribusi sekecil Rp50–Rp100 per kilogram pun sulit diwujudkan tanpa payung hukum nasional yang kuat.

Selain itu, dana sawit yang dikelola BPDPKS selama ini dinilai belum tepat sasaran. Padahal, daerah penghasil membutuhkan dukungan untuk pembangunan, perbaikan infrastruktur, hingga penguatan kelembagaan petani.

Karena itu, AKPSI di bawah kepemimpinan baru menargetkan:
– penguatan regulasi agar daerah memiliki dasar hukum dalam penarikan retribusi TBS;
– advokasi terstruktur agar dana sawit nasional kembali kepada masyarakat di daerah penghasil;
– kolaborasi pemerintah–perusahaan–petani untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi konflik; dan
– investasi hilirisasi sawit yang mampu menciptakan lapangan kerja serta nilai tambah.

Sawit Harus Menghidupi Rakyat, Bukan Sebaliknya

Mudyat Noor menekankan bahwa persoalan sawit bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal keberlanjutan, tata ruang, dan ketahanan pangan. Di PPU, misalnya, perubahan kimia tanah akibat rantai industri sawit berdampak pada produktivitas pertanian. Pada saat bersamaan, banjir, kerusakan infrastruktur, dan konflik lahan menjadi beban tambahan bagi daerah.

Karena itu, sawit tidak boleh terus berjalan tanpa arah. Sawit harus kembali kepada fungsinya: menghidupi rakyat, bukan justru menyulitkan mereka.

Menurut Mudyat Noor, AKPSI adalah satu-satunya asosiasi resmi yang diakui negara bagi daerah penghasil sawit. Banyak kabupaten mengalami kesulitan urusan legalitas, perbankan, hingga akses kebijakan karena organisasi ini sempat pasif.

Kini, setelah kepengurusan diperbarui melalui mekanisme Munas, AKPSI diharapkan menjadi wadah bersama yang kuat. Pengurus baru bukan sekadar representasi kabupaten, tetapi mesin perjuangan kolektif untuk mengubah wajah industri sawit nasional.

Munas II AKPSI diharapkan menghasilkan rekomendasi yang konkret, bukan sebatas dokumen seremonial. Daerah penghasil sawit menginginkan kepastian pendapatan, perlindungan masyarakat dan petani, dukungan regulasi pusat, serta hubungan yang lebih sehat dengan perusahaan sawit.

Dengan kepemimpinan baru, semangat baru, dan arah perjuangan yang lebih tegas, AKPSI diharapkan menjadi tonggak bagi masa depan sawit Indonesia yang berdaulat, berkeadilan, dan ramah lingkungan.

Sawit harus kembali kepada rakyat—sebagaimana pesan Mudyat Noor:
“Sawit untuk kesejahteraan, bukan sawit yang menyisakan konflik.”

Sumber  : Subur Priono, S.I.Kom (Humas PPU)

Editor     : Nanabq

Dapatkan breaking news dan berita pilihan langsung di ponselmu!
Gabung sekarang di WhatsApp Channel resmi Cahayaborneo.com:
https://whatsapp.com/channel/0029VaeJ8yD6GcGMHjr5Fk0D
Pastikan WhatsApp sudah terinstal, ya!

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

Wabup PPU Terima Kunjungan Ketua PTA Samarinda, Bahas Penguatan Layanan Peradilan Agama

19 November 2025 - 12:18 WITA

Wabup Abdul Waris Dampingi Kajari Sambut Kajati Kaltim di Penajam Paser Utara

19 November 2025 - 12:13 WITA

Mudyat Noor Resmi Pimpin AKPSI 2025–2030, Terpilih dalam Munas II di Jakarta

19 November 2025 - 12:08 WITA

Kartu Penajam Cerdas Resmi Diluncurkan, Siswa Baru 2025 Dapat Bantuan Pendidikan Langsung

17 November 2025 - 16:08 WITA

KIM Mangun Karya PPU Juara Utama Bidang Literasi di KIM Fest 2025

17 November 2025 - 15:11 WITA

Trending di ADVERTORIAL KOMINFO PPU