Konflik Lahan di Telemow Memanas, DPRD PPU Desak Perlindungan Warga yang Ditahan

Foto: Anggota DPRD PPU, Ishak Rahman pada saat ditemui di kantor DPRD PPU (Dok : CahayaBorneo/AJI)

PENAJAM – Sengketa lahan antara warga Desa Telemow, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), dengan PT International Timber Corporation Kartika Utama (PT ITCI KU) memasuki babak baru. Penahanan empat warga Desa Telemow oleh pihak berwenang memicu reaksi keras dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU. Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishak Rahman, mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera mengambil tindakan tegas dalam melindungi warganya yang kini berada dalam tahanan.

Akar permasalahan sengketa lahan ini terletak pada ketidakjelasan status lahan yang diklaim oleh warga Desa Telemow dan PT ITCI KU. Menurut informasi yang dihimpun DPRD PPU, lahan yang menjadi sengketa tersebut telah mengalami perubahan status dari Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Perubahan status ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai hak kepemilikan dan pemanfaatan lahan.

“Setahu kami, tanah itu sudah dilakukan pelepasan, dari KBK menjadi KBNK. Itu berarti sudah jadi milik pemerintah. Baik KBK dan KBNK keduanya punya pemerintah. Cuma kalau KBNK, masyarakat boleh menggunakan,” tegas Ishak, Minggu (23/3/2025).

Penahanan warga Desa Telemow menambah panjang daftar keluhan masyarakat terhadap lambannya respon Pemda dalam menangani konflik agraria. Masyarakat merasa tidak dilindungi dan ditinggalkan dalam menghadapi perusahaan besar. Ishak Rahman menekankan bahwa Pemda memiliki kewajiban untuk hadir dan berpihak pada kepentingan rakyat.

“Pemda harus hadir dan berpihak pada kepentingan rakyat, serta menunjukkan sikapnya berdiri bersama rakyat,” ujarnya.

Selain ketidakjelasan status lahan, keberadaan surat pinjam pakai lahan antara warga dan perusahaan menambah kompleksitas permasalahan. Ishak Rahman menilai perlu ada penyelesaian yang jelas terkait status pinjam pakai tersebut.

“Hanya saja memang warga pernah ada surat pinjam pakai lahan dengan pihak perusahaan. Nah ini yang perlu diselesaikan itu loh, status pinjamnya,” tuturnya.

Sebagai upaya mencari solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat dalam sengketa ini, DPRD PPU berencana untuk segera memanggil berbagai pihak terkait setelah Hari Raya Idul Fitri 1466 Hijriah. Pertemuan ini akan diusulkan dalam Badan Musyawarah (Banmus) DPRD PPU.

“Kami ini bagian dari pemerintah maka kami akan juga hadir ditengah rakyat. DPRD PPU akan untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa hak-hak warga Desa Telemow dilindungi,” pungkasnya.

Konflik agraria ini menyoroti perlunya reformasi kebijakan pertanahan yang lebih jelas dan adil. Masyarakat berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan sengketa ini dan mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang.

Warga Desa Telemow sangat mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam penyelesaian sengketa lahan ini. Mereka berharap pemerintah dapat hadir dan memberikan perlindungan yang seharusnya mereka dapatkan. (ADV/CB/AJI)

Tim Redaksi CahayaBorneo.com

 

Post ADS 1
Post ADS 1