Dinkes PPH Berhasil Tekan Angka Malaria

Kepala Seksi Entomologi Kesehatan Dinkes PPU, Harjito Ponco Waluyo, pada saat ditemui di kantornya (Dok : CahayaBorneo/AJI)

PENAJAM — Kabar menggembirakan datang dari Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terkait penanganan penyakit malaria. Upaya intensif yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) PPU membuahkan hasil positif dengan penurunan kasus malaria yang mencolok dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Data terbaru dari Dinkes PPU mencatat penurunan kasus malaria hingga 60 persen.

Pada tahun 2024, jumlah kasus malaria di PPU tercatat sebanyak 558 kasus. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 1.331 kasus. Penurunan ini merupakan indikasi keberhasilan program pengendalian malaria yang dijalankan oleh Dinkes PPU.

Meskipun demikian, PPU masih menghadapi tantangan dalam upaya eliminasi malaria, terutama di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Paser dan Kutai Barat.

Kepala Seksi Entomologi Kesehatan Dinkes PPU, Harjito Ponco Waluyo, menjelaskan bahwa pergerakan penduduk migran, kondisi geografis yang sulit, serta keterbatasan dalam penanganan pengobatan menjadi kendala utama.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, kami telah mengambil berbagai langkah strategis. Salah satunya adalah dengan melatih kader kesehatan yang akan diterjunkan ke daerah-daerah terpencil. Pada tahun 2024, sebanyak 50 kader kesehatan telah berhasil dilatih,” ujarnya, Selasa (04/02/2025).

Selain itu, Dinkes PPU juga berencana mendistribusikan 64.500 kelambu berinsektisida pada bulan Maret mendatang. Distribusi ini akan difokuskan di Kecamatan Sepaku dan wilayah endemis malaria lainnya.

Penemuan kasus malaria sejak dini juga menjadi prioritas utama dalam upaya memutus rantai penularan. Dinkes PPU semakin memperketat skrining terhadap individu yang keluar masuk wilayah PPU untuk memastikan mereka bebas dari parasit malaria.

Baca Juga :  390 Haktare Korban Puso di Kecamatan Babulu Bakal Peroleh Bantuan Dari BNPB

“Ketika seseorang masuk ke wilayah PPU dan telah diperiksa, maka dia dinyatakan tidak membawa parasit malaria,” tembahnya.

Sebelumnya, PPU termasuk dalam zona merah malaria dengan Annual Parasit Incidence (API) di atas 5 per 1.000 penduduk. Bahkan, PPU menjadi satu-satunya wilayah di luar Papua yang memiliki status zona merah malaria. Namun, dengan intervensi yang dilakukan secara berkelanjutan, status wilayah ini berangsur membaik menjadi zona kuning.

Di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), kasus indigenous atau penularan lokal malaria tidak ditemukan. Namun, di PPU sendiri, masih terdapat kasus indigenous di Kelurahan Sotek RT 16 yang berbatasan langsung dengan Muara Toyu, Kabupaten Paser. Sebagian besar penderita malaria di wilayah ini berasal dari kelompok pekerja hutan dan pembuka lahan perkebunan.

“Pada awal Januari 2025, ditemukan sembilan kasus malaria di perbatasan dengan Kutai Kartanegara, dua kasus di wilayah PPU, serta sepuluh kasus di perbatasan Muara Toyu. Seluruh penderita malaria tersebut saat ini sedang menjalani pengobatan di Kelurahan Sotek,” jelasnya.

Dengan tren penurunan kasus malaria yang signifikan, Dinkes PPU optimis dapat mencapai status wilayah hijau atau eliminasi malaria pada tahun 2025.

“Harapan kami, dengan berbagai upaya yang dilakukan, PPU dapat mencapai status hijau tahun depan,” pungkasnya.

Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras dari seluruh pihak terkait, termasuk Dinkes PPU, kader kesehatan, masyarakat, dan pemerintah daerah. Diharapkan, sinergi dan komitmen bersama ini dapat terus ditingkatkan untuk mencapai target eliminasi malaria di PPU pada tahun 2025.(CB/AJI)

Baca Juga :  Sambut Pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN, Mudyat Noor: Terima Kasih Pak Presiden

Tim Redaksi CahayaBorneo.com

Post ADS 1
Post ADS 1